PEMULIAAN POHON PINUS MERKUSII
1. Klasifikasi
Pinus merkusii merupakan satu-satunya
jenis dari famili Pinaceae yang dapat tumbuh secara alami di
Indonesia
pada
ketinggian antara 200–2
000
m dpl, dengan kondisi
optimal pada ketinggian antara 400–1 500 m dpl (Khaerudin 1999). P. merkusii dapat tumbuh
baik
pada tanah yang kurang
subur seperti padang alang-alang. Sifatnya yang cepat
tumbuh membuat pinus ini tidak memerlukan tempat
tumbuh dengan persyaratan
khusus.
Kingdom :
Plantae
Divisi : Pinophyta
Class : Pinopsida
Ordo : Pinales
Famili : Pinaceae
Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii
2. Reproduksi
Berdasarkan
perbedaan dalam strukturnya, pakar botani mengklasifikasikan struktur
reproduksi Pinus sebagai strobili dan bukan sebagai bunga. Tapi karena
fungsinya sama yaitu untuk menghasilkan tanaman baru maka banyak pula pakar
lainnya menggunakan istilah bunga ketika memaksudkan strobili.
Genus Pinus
adalah jenis pohon berumah satu (monocious) yaitu produksi strobili jantan dan
strobili betina terjadi pada satu pohon tetapi letaknya pada bagian pohon yang
terpisah. Pada satu dahan dan ranting P. merkusii, strobili jantan
terbentuk pada bagian yang lebih rendah daripada strobili betina, dan pada
umumnya terdapat di bagian tengah dan bawah tajuk; sedangkan strobili betina
terbentuk di bagian tajuk yang lebih atas. Pemisahan letak strobili seperti ini
cukup efektif untuk mencegah terjadinya silang dalam (inbreeding) karena tidak
mungkin serbuksari dapat muncul di bagian atas tajuk penyerbukan untuk
mengadakan penyerbukan sendiri (selfing). Pada P. merkusii strobili
betina terbentuk lebih dahulu daripada strobili jantan.
Pada P.
merkusii terdapat adanya dikogami (dichogamy), yaitu produksi
strobili jantan dan strobili betina pada waktu yang berbeda dari pohon yang
sama, di mana strobili betina diproduksi lebih dahulu daripada strobili jantan.
Ini juga berarti adanya gejala ketidaksesuaian diri secara genetik (genetic
self incompatibility), yang merupakan mekanisme efektif untuk mencegah
terjadinya selfing/inbreeding karena terjadinya protogini (protogyny)
yaitu strobili betina telah reseptif (matang) sebelum strobili jantan siap
menumpahkan serbuk sarinya.
P.
merkusii adalah jenis pohon yang menyerbuk silang (outcrossing),
sehingga kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri (selfing) adalah
minimum. Ini berati pohon-pohon P. merkusii bukan merupakan inbreed
karena genotipanya heterozigot, dan tentunya berasal dari induk-induk yang
tidak berkerabat dalam populasinya.
3. Sifat-sifat Pinus merkusii
Pinus merkusii
strain Kerinci ini mempunyai bentuk batang lurus, percabangan.
- berbatang lurus,
- percabangan sangat tinggi, ramping dengan sudut 30-45º,
- daun jarum sebanyak dua buah (hampir sama dengan jenis Pinus sylvestris),
- daun licin dengan bagian dalamnya agak cekung dan kasar.
- Kulit batang tipis, 0,8 cm, tidak beralur, dan kulit luarnya mengelupas.
Perbedaan
sifat-sifat morfologi antara strain Kerinci dibandingkan dengan strain Aceh
adalah:
- bentuk batang umumnya lebih lurus dan lebih silindris,
- kulit batang umumnya lebih tipis (1 cm) dengan warna lebih terang (putih keabu-abuan) dan alur yang lebih dangkal,
- daunnya relatif lebih jarang, dan
- diduga kerentanan terhadap kebakaran lebih rentan karena kulitnya yang lebih tipis.
4. Manfaat Pinus merkusii
Hampir semua
bagian tumbuhan ini bisa dimanfaatkan, yang paling umum adalah dengan menyadap
batangnya. Getah Tusam diambil getahnya kemudian diolah menjadi terpentin
maupun gondorukem. Terpentin sebagaimana anda ketahui merupakan bahan industri
parfum, obat-obatan, dan disinfektan. Sedangkan gondorukem merupakan bahan
untuk membuat sabun, resin dan cat.
Masih adalagi
sugi, yaitu lubang yang dibuat di pohon pinus setelah pohon pinus itu dikupas
kulitnya sekitar empat hingga enam bulan dan warna kayu tempat dilukai menjadi
coklat kemerah-merahan. Api yang dinyalakan pada sugi tahan lama dan biasa
digunakan penduduk sebagai alat penerangan sewaktu ke pasar, ke ladang, atau ke
sungai pada malam hari. Di samping itu, juga untuk menyalakan api di dapur saat
memasak. Akibat pembuatan sugi ini, pada batang pohon pinus terdapat lubang
yang dalam sehingga mudah tumbang ditiup angin. Kelemahan yang paling
mengganggu dari Pinus merkusii adalah rentannya ia terhadap kebakaran, tidak
aneh karena seresahnya tergolong banyak dan sulit sekali membusuk secara alami
(8-9 tahun).
5.
Persebaran
Pinus
merkusii merupakan satu-satunya jenis konifer di daerah
tropika yang daerah persebarannya luas di Asia Tenggara, dari 95º30' - 121º30'
BT dan 22º LU - 2º LS. Pinus merkusii
tersebar di Asia Tenggara antara lain Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kambija,
dan Filipina (Harahap dan Izudin, 2002). Pinus merkusii atau tusam adalah
salatu-satunya jens pinus asli Indonesia. Didaerah Sumatra tegakan pinus alam
ada tiga strain yaitu strain Kerinci,
strain Tapanuli dan strain Aceh.
Populasi alam
strain Kerinci sudah sangat kecil dan terbagi-bagi dalam areal yang sempit
sehingga angka koefisien inbreeding menjadi tinggi yang menghasilkan keragaman
genetik yang sangat rendah, dan menyebabkan terjadinya erosi genetik yang
tinggi pada populasi alam ini. Populasi alam strain Kerinci sudah dalam keadaan
yang berbahaya dan mengalami ancaman kepunahan yang serius, sebab populasinya
telah terpecah-pecah dalam areal yang sempit (kurang dari satu hektar) dengan
jumlah pohon yang hanya sedikit. Tindakan konservasi in-situ dan ex-situ merupakan
kegiatan yang sudah mendesak untuk dilaksanakan, dan merupakan langkah yang
efektif untuk mendukung program pemuliaan pohon di masa mendatang.
6.
Tujuan Pemuliaan Pohon
Tujuan umum
suatu program pemuliaan adalah untuk memuliakan secara progresif populasi dasar
dan populasi pemuliaan memperbanyak material yang telah dimuliakan untuk
mengembangkan perbanyakan populasi superior, menjaga variabilitas dan ukuran populasi
dasar dan populasi serta mencapainya secara ekonomis (Hardiyanto, 2000).
Strategi pemuliaan pohon berkiar dari yang sederhana sampai yang kompleks dan
terpadu.
P.
merkusii diintruoduksi pertama kali di Jawa pada tahun
1920-an dari populasi yang tdak diketahui, kemungkinan besar di Blangkejeren.
Jumlah induk pada awal introduksi ini juga tidak diketahui. Mengingat kisaran P. merkusi di Sumatra cukup lebar, boleh
diduga bahwa tegakan P. merkusii
dijawa memiliki genetik yang sempit. Hasil isozim menununjukkan bahwa populasi
hutan tanaman di Jawa memiliki heterosigitas yang sedikit lebih rendah disbanding
dengan populasi alami. Pengalaman dengan spesies lain menunjukkan bahwa ras
lahan local sring kali lebih inferior disbanding dengan materi introduksi baru
dari populasi alami (Danarto et al., 2000).
Berdasarkan
pengalaman P. merkusii tidak hanya memfokuskan seleksi tegakan tanaman di Jawa.
Eksplorasi benih untuk meningkatkan basis genetik P.merkusii di Jawa telah
dilakukan pada tahun 1995 terhadap populasi Janto, Takengon, dan Blangkejeren
dan uji keturunan dipaparkan pada tahun 1998 di Jember. Pada Tahun 1998
eksplorasi benih kembalai dilakukan di Kerinci dan Tapanuli. Hasil penyemaian
dari kedua populasi ini tidak memberikan hasil yang diharapkan. Banyak benih
yang tidak mampu berkecambah atau kecambah secara perlahan mengalami kematian. Salah satu alasannya
diduga karena level kawin kerabat pada populasi ini tinggi (Danarto et al.,
2000).
7.
Uji Provenansi
Untuk mengetahui
populasi genetik darimana populasi benih berasal dapat dilakukan dengan
membandingkan penampilan keturunannya dari asal benih yang berbeda yang ditanam
pada lingkungan yang sama. Cara ini lebih dikenal dengan nama uji provenansi
atau uji sumber asal benih alami. Uji ininpada dasarnya untuk mereduksi jumah
provenansi atau ras lahan menjadi sejumlah proveansi atau ras lahan yang telah
teruji sesuai dengan produk yang diinginkan pada tempat tertentu
(Leksono,1998).
Danarto et al. (2000) menyebutkan bahwa eksplorasi benih untuk meningkatkan basis genetik P. merkusii di Jawa telah dilakukan
pada tahun 1995 terhadap populasi Janto, Takengon, dan Blangkejeren. Ketiga daerah ini terletak
di
Aceh dan material
hasil
eksplorasi ini telah ditanam di Jember dan Sumedang.
Informasi
tentang keragaman genetik di dalam
dan
antar populasi merupakan informasi dasar bagi aktivitas pemuliaan pohon di masa datang dan upaya
melakukan konservasi genetik serta penelusuran
asal usul bahan tanaman. Keragaman
genetik menempati
posisi kunci dalam program
pemuliaan karena
optimalisasi
perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu
akan dapat dicapai manakala ada cukup peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat yang diinginkan.
Salah satu aktivitas
pemuliaan yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan potensi genetik pinus Tapanuli ialah membangun kebun benih. Kebun benih
merupakan pertanaman dari klon-klon/keturunan
dari
famili terpilih, diisolasi untuk menghindari
atau mengurangi penyerbukan dari luar dan dikelola secara intensif untuk menghasilkan benih bermutu tinggi, terus menerus dan mudah dipanen.
Pengembangan pinus strain Tapanuli melalui pembangunan kebun benih dari berbagai sumber benih unggul merupakan
langkah yang tepat untuk
melestarikannya. Selain jumlahnya yang semakin
berkurang di sebaran alaminya juga kegiatan pengembangan strain ini masih sangat kurang. Harahap (2000) juga menjelaskan bahwa
pengembangan pinus strain Tapanuli tidak dilanjutkan kembali di Aek Nauli, Kabupaten Tapanuli Selatan
akibat terkena serangan Milionia basalis.
Suhaendi (1988) memaparkan bahwa P. merkusii strain Tapanuli
memiliki morfologi
dan beberapa sifat
pohon yang lebih
baik dibandingkan strain
Aceh
yang
selama ini
telah banyak dikembangkan
dan dibudidayakan
di pulau Jawa, yaitu bentuk batang ramping dan lurus, kulit
batang tipis dan beralur dangkal, cabang-cabang lebih kecil, serta produksi getah lebih banyak. Selain itu, pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa populasi alami strain Tapanuli
yang diteliti memiliki nilai
keragaman
genetik (He) yang cukup tinggi dan tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan dengan strain Aceh pada penelitian Nurtjahjaningsih et
al. (2007; 2009).
Berdasarkan
beberapa keunggulan di atas maka mengembangkan strain Tapanuli di pulau Jawa dapat dijadikan alternatif dan kemungkinan dapat mengurangi kerugian akibat hama karena
adanya strain lain berasal dari Tapanuli. Namun alternatif
ini
perlu dikaji lebih mendalam melalui
beberapa
penelitian sehingga dapat dibuktikan
pengaruhnya
terhadap tingkat keberhasilan pengembangan yang dilakukan.
Pinus strain
Tapanuli yang lestari berarti melestarikan
sumberdaya genetiknya. Upaya pelestarian sumberdaya genetik sangat terkait dengan
kegiatan konservasi untuk
mempertahankan keragaman atau variasi genetik suatu populasi.
Keberagaman
variasi genetik akan menjamin ketersediaan sumberdaya genetik apabila diperlukan.
Tingkat keragaman genetik yang tinggi merupakan modal dasar dalam konservasi
plasma nutfah sebab konservasi menjadi hal yang penting
diperhatikan
dalam
rangka menjaga agar tidak terjadi penurunan basis genetik populasi
dasar P. merkusii
strain Tapanuli di
masa
depan.
8.
Kesimpulan
Informasi
tentang potensi genetik dari berbagai provenansi P. merkusii terhadap pengembangan P. merkusii masih sangat terbatas. Informasi tentang genetik P.merkusii yang ditanam pada lingkungan
yang berbeda akan memiliki perbedaan secara langsung maupun tidak langsung. Uji
provenansi P.merkusii diperlukan untuk mengetahui provenansi P.merkusii yang
lebih produktif dari berbagai provenansi yang ada dan memperluas basis genetik
populasi P.merkusii.
Sumber
bacaan:
http://bukan.referata.com/wiki/Pinus_merkusii_strain_Kerinci diakses pada
tanggal 31 Oktober 2015
Siregar, I. B.
R., 2005. Pemuliaan Pinus merkusii.
Universitas Sumatra Utara.
Siregar, U. J.,
Diputra, I. M. M. M., 2013. Keragaman
Genetik Pinus merkusii Jung et de Vriese Strain Tapanuli Berdasarkan Penanda
Mikrosatelit.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar